Dongeng Anak : Kisah Keledai Bertelinga Panjang

 


Kegiatan membacakan dongeng tidak hanya akan memberi hiburan kepada si kecil. Membacakannya dongeng juga dapat berfungsi meningkatkan wawasan serta menumbuhkan rasa empati dan moral kepada si kecil.

Sama halnya dengan dongeng yang satu ini, Kisah Keledai Bertelinga Panjang ini mengajarjarkan anak tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah. Penasaran bagaimana ceritanya? Dibaca hingga tuntas ya.

“Kisah Keledai Bertelinga Panjang”

Pada suatu hari, Pak Pedi baru saja membeli seekor keledai muda. Keledai itu nantinya akan membawa barang-barang dagangannya. Pak Pedi biasanya melewati terowongan yang menembus gunung untuk menuju ke desa di seberang gunung.

Keledai Pak Pedi itu ia beri nama Elka. Menurut Pak Pedi, Elka sangat cantik karena bertelinga panjang dan menjulang lancip ke atas. Hidung Elka juga sangat lembut.

Hari ini adalah hari pertama Elka bekerja. Pak Pedi meletakkan barang dagangan di punggung Elka, lalu menuntunnya berjalan menuju terowongan di kaki gunung. Semula, semua berjalan lancar. Namun saat akan melewati terowongan, Elka tiba-tiba tak mau berjalan lagi. Ia terdiam di depan terowongan.

Pak Pedi berusaha mendorong tubuh Elka agar mau masuk ke terowongan. Namun keledai muda itu tetap bertahan. Pak Pedi akhirnya menyadari sesuatu.

“Astagaaa… aku baru sadar kalau terowongan ini agak rendah! Elka tak bisa lewat karena telinganya akan tersangkut di langit-langit terowongan!” seru Pak Pedi.

Pak Pedi berusaha membujuk Elka. Ia mengusap-usap kepala Elka dan berbisik, “Elka sayang, kau harus melipat telingamu supaya kita bisa melewati terowongan ini! Kita harus membawa barang-barang dagangan ini ke desa seberang.”

Sayangnya, sebagai keledai, Elka sangat keras kepala. Ia tak mau mendengar perintah Pak Pedi. Ia tetap berdiri dengan telinganya yang tegak ke atas. Ia sama sekali tak mau menekuk telinga indahnya.

Pak Pedi sangat bingung. Ia berpikir sejenak, dan akhirnya mendapat ide. Ia membuka barang dagangannya di punggung Elka dan mencari sesuatu. Akhirnya, Pak Pedi menemukan sebuah alat pahat.

Ia lalu mulai bekerja. Pak Pedi memahat dua cekukan alur di langit-langit terowongan batu itu. Ia bermaksud membuat dua alur itu di sepanjang terowongan, sampai ke ujung satunya. Kedua jalur itu kira-kira cukup untuk dilewati kedua telinga Elka. Kedua alur itu akan jadi seperti rel buat telinga Elka.

Belum lama Pak Pedi bekerja, tiba-tiba datanglah seorang polisi.

“Maaf, Pak Pedi! Bapak tidak boleh sembarangan memahat terowongan! Ini pelanggaran hukum, karena Bapak merusak sarana kepentingan umum!” kata Pak Polisi.

Pak Pedi sangat bingung dituduh melanggar hukum.

“Elka, keledaiku, tidak bisa lewat di bawah terowongan ini. Telinganya terlalu panjang. Saya cuma membuat dua jalur di langit-langit terowongan. Supaya telinganya bisa lewat,” jelas Pak Pedi.

Pak Polisi melepas topinya dan menggaruk kepalanya karena bingung. Ia berpikir, apa yang harus dilakukannya untuk membantu Pak Pedi. Akhirnya, ia mendapat ide.

“Pak Pedi, apakah Bapak punya sekop? Kalau punya, lebih baik Bapak menggali tanah di sepanjang terowongan ini. Ketebalan galiannya secukupnya saja. Supaya ada ceruk sampai di ujung terowongan. Jadi, Elka bisa lewat tanpa harus menekuk telinganya!” saran Pak Polisi.

Sayangnya, pemikiran Pak Pedi betul-betul sederhana. Ia malah cemberut dan menggerutu,

“Kenapa aku harus menggali tanah untuk membuat ceruk? Apa Pak Polisi tidak lihat? Yang panjang itu telinga Elka, bukan kakinya!”

Pak Polisi tak mau membuang waktu. Ia tak peduli apa yang dipikirkan Pak Pedi. Pak Polisi segera menggali ceruk tipis di tanah di sepanjang terowongan. Pak Pedi terpaksa membantunya.

Beberapa saat kemudian, pekerjaan mereka selesai. Kini tampak ada parit tipis di sepanjang terowongan. Elka pun bisa lewat di terowongan itu dengan membawa barang dagangan. Telinganya tetap berdiri tegak tanpa menyentuh langit-langit terowongan.

Walaupun begitu, Pak Pedi tetap tidak mengerti. Mengapa telinga Elka bisa muat tanpa menyentuh langit-langit terowongan. Padahal yang digali adalah tanah, bukan langit-langit terowongan.

Tamat.

Kira-kira mengapa yah keledai tetap bisa lewat walau jalurnya bukan berada di atap, melainkan tanah?  

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama