Alkisah, di sebuah desa terpencil
hiduplah seorang janda tua dengan seorang putrinya yang cantik jelita bernama
Darmi. Mereka tinggal di sebuah gubuk yang terletak di ujung desa.
Darmi memang
cantik, parasnya indah menawan. Namun, tingkah lakunya sangatlah tidak cantik
dan sifatnya sangatlah tidak menarik.
Setiap hari
Darmi selalu bersolek di kamarnya. Ia tidak pernah mau membantu ibunya sedikit
pun membereskan isi rumah. Kamarnya selalu berantakan. Darmi tidak peduli akan
hal itu, ia hanya peduli pada wajahnya yang cantik jelita tiada terkira
haruslah selalu tampil sempurna.
Ibunya Darmi
yang sudah tua, setiap hari selalu bekerja keras demi mendapatkan uang. Apapun
jenis pekerjaannya, selama itu halal, akan ia kerjakan. Semua itu ia lakukan
hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan Darmi, anak semata
wayangnya.
Ibunya Darmi
juga kerap diperlakukan seperti pembantu. Setiap ditanya siapa yang berjalan di
belakangmu, ia selalu menjawab bahwa ibunya adalah budaknya.
Mendengar hal
itu terus menerus, Ibu Darmi merasa sakit hati hingga berdo'a. Secara perlahan
Darmi berubah menjadi batu. Ia terus menangis dan memohon kepada ibunya. Namun,
semua sudah terlambat. Kini tubuhnya berubah menjadi batu yang terus
mengeluarkan air mata.
Pesan moral: Menyiratkan nasihat agar senantiasa hormat dan berbakti kepada orang tua. Dongeng tersebut dikutip dari buku yang berjudul Batu Menangis oleh Noor H. Dee.