Kisah Asal Mula Pohon Aren – Cerita Rakyat Karo, Sumatra Utara

Pohon Aren

Pohon aren atau enau adalah sebuah pohon yang dapat tumbuh sampai setinggi 25 meter atau lebih. Bagian pohon ini yang paling sering dimanfaatkan adalah buah dan air sadapan yang sering disebut sebagai nira.

Seperti yang kita tahu, bahwa banyak hal yang selalu disangkut pautkan dengan mitos atau cerita yang ada disetiap daerah. Salah satunya adalah pohon aren ini.

Penasaran dengan ceritanya? Berikut kisah asal mula pohon aren yang dapat kalian baca dan ambil pesan moralnya ya teman.

Asal Mula Pohon Aren – Cerita Rakyat Sumatra

Dahulu kala di Tanah Karo hidup sebuah keluarga sederhana dengan dua orang anak. Anak pertama seorang laki-laki bernama Tare Iluh dan kedua seorang anak perempuan bernama Beru Sibou.

Ayahnya adalah seorang pekerja keras, sampai-sampai ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sejak saat itu ibunya menjadi sakit parah, karena tidak adanya biaya akhirnya ibunya juga meninggal.

Tare Iluh dan Beru Sibou kini menjadi anak yatim piatu. Setelah kedua orang tua mereka meninggal, kini mereka hanya dapat bergantung dengan bibi mereka.

Seiring waktu, si sulung tumbuh menjadi pria dewasa dan memutuskan untuk pergi merantau agar dapat membalas kebaikan bibinya yang sudah mengasuh mereka sejak kecil.

 “Wahai Bibiku, wahai Adikku, aku ingin pergi merantau ke kota untuk mencari nafkah. Sudah lama bibi mengasuh kami, aku ingin mencari nafkah di kota agar suatu saat bisa membalas kebaikan bibi.” kata Tare Iluh.

“Jika memang sudah menjadi kehendakmu, Bibi tak bisa melarang Nak. Berhati-hatilah di negeri orang. Bibi akan selalu mendoakanmu.” kata sang bibi.

“Sebenarnya aku tidak rela bila ditinggal kakak, tapi mau bagaimana lagi. Kakak harus berjanji akan segera kembali setelah berhasil nanti.” berat hati Beru Sibou merelakan kepergian kakaknya.

“Tentu saja adikku. Kakak pasti akan kembali.” kata Tare Iluh.

Walaupun dengan berat hati, Tre Iluh tetap memantapkan tekatnya agar dapat mengubah nasib kehidupan keluarganya.

Awalnya ia tekun dalam bekerja, namun lambat laun ia merasa penghasilan dari kerja kerasnya tidaklah cukup. Akhirnya ia tergiur untuk bermain judi, karena diiming-imingkan dengan uang yang banyak.

Semenjak saat itu Tare Iluh menjadi malas bekerja. Tiap hari kerjanya hanya bertaruh uang di meja judi. Hingga akhirnya ia terlilit hutang yang sangat banyak akibat kalah berjudi.

Karena sudah tidak sanggup membayar hutang-hutangnya, Tare Iluh mendapat hukuman pasung atau penjara oleh penduduk setempat.

Sementara itu di desa, sepeninggal Tare Iluh, adiknya yang bernama Beru Sibou selalu merasa sedih, karena rasa rindunya yang begitu besar dengan kakak laki-lakinya.

Setelah waktu yang begitu lama, sang kakak tidak kunjung pulang. Beru Sibou semakin merasa khawatir dengan keselamatan kakaknya.

“Hai Beru Sibou, Aku mendengar kabar dari negeri orang bahwa kakakmu adalah seorang penjudi berat. Ia kini tengah dipasung karena tidak mampu membayar hutang-hutangnya.” kata seorang penduduk desa.

Mendengar kabar ini, adiknya yang bernama Beru Sibou menjadi semakin bersedih. Ia hanya bisa menangis setiap hari.

“Duhai kakakku, benarkah kata orang-orang desa bahwa Engkau kini tengah dipasung di negeri orang?” Beru Sibou meratap.

Suatu hari, Beru Sibou berpapasan dengan seorang kakek tua. Kakek tersebut bertanya pada Beru Sibou kenapa wajahnya sedih.

“Kenapa wajahmu sedih Nak? Ada masalah apa? Mungkin Kakek bisa membantumu.” tanya kakek tua.

“Aku sedang sedih memikirkan kakakku. Namanya Tare Iluh Kek. Ia kini di negeri orang terancam dihukum pasung karena terlilit hutang. Aku ingin sekali bertemu untuk menolong kakakku satu-satunya.” kata Beru Sibou.

“Oh rupanya engkau adik Tare Iluh ya. Kakek belum pernah bertemu dengannya tapi pernah mendengar namanya. Kakek dengar ia seorang penjudi berat juga memiliki banyak hutang.” kata kakek tua.

“Benar Kek. Lalu apa Kakek tahu dimana negeri tempat kakakku merantau?” tanya Beru Sibou.

“Entahlah, Kakek juga tak tahu dimana. Maaf Nak, kakek tak bisa membantumu tapi kalo boleh Kakek memberi saran, cobalah Nak Beru memanjat pohon tinggi kemudian bernyanyilah dan panggillah nama kakakmu. Siapa tahu kakakmu bisa mendengarnya.” kakek tua memberinya saran.

Beru Sibou pun menuruti saran kakek tua, ia mencari pohon yang paling tinggi kemudian memanjatnya. Setelah tiba di puncak pohon, Beru Sibou bernyanyi sambil memanggil-manggil nama kakaknya.

“Tare Iluh, kakakku, dimanakah Engkau? Pulanglah Kak. Hai penduduk negeri yang memasung Kakakku! Aku mohon bebaskanlah ia sekarang juga.” Beru Sibou mengulang-ulang memanggil kakaknya.

Setelah sekian lama ia memanggil nama kakaknya, akhirnya Beru Sibou merasa kelelahan. Lebih sedihnya, usaha yang telah dilakukannya dengan penuh harapan tidak membawa hasil apa-apa.

Dengan rasa putus asa, wanita ini akhirnya hanya bisa memutuskan untuk berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar diberi pertolongan.

 “Ya Tuhanku! Hamba ingin bertemu dengan kakak Hamba agar bisa menolongnya. Biarlah Hamba yang membayar hutang-hutangnya. Hamba rela air mata, rambut dan seluruh tubuh hamba dimanfaatkan oleh penduduk negeri yang menghukum kakak Hamba.” Beru Sibou berdoa.

Karena ketulusan hati Beru Sibou, permintaan yang diucapkannya langsung dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Tiba-tiba saja angin bertiup kencang disusul hujan deras dengan kilat yang sangat mengerikan.

Pada saat itulah Beru Sibou tiba-tiba berubah menjadi sebuah pohon Aren. Tubuhnya berubah menjadi Pohon Aren yang dapat menghasilkan buah kolang-kaling sebagai bahan makanan.

Air mata Beru Sibou berubah menjadi tuak atau nira yang dijadikan minuman oleh penduduk negeri. Sedangkan rambutnya digunakan oleh penduduk sebagai ijuk untuk membuat atap rumah.

Pesan Moral:

1. Jangan malas bekerja.

2. Jangan pernah mencoba untuk bekerja yang haram, salah satunya adalah judi.

Demikianlah kisah asal mula pohon aren yang bisa kalian ceritakan pada anak-anak dan dapat berfungsi sebagai media pengajaran pesan moral kepada mereka.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama