Cerita Dongeng Anak, Putri Tandampalik – Cerita Rakyat Sulawesi Selatan

Cerita rakyat termasuk salah satu jenis dongeng, lebih tepatnya termasuk kedalam kategori cerita legenda (asal usul).

Di Indonesia, terdapat cerita rakyat yang berbeda disetiap daerah. Menurut Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kemendikbud, telah tercatat sekitar 945 cerita rakyat di 34 provinsi di Indonesia.

Jumlah itu terdiri atas 465 dongeng, 385 legenda, dan 95 mite. Pada kesempatan ini kita akan membaca salah satu legenda dari daerah ujung pandang yakni Provinsi Sulawesi selatan. Tapi sebelum itu kamu juga bisa mengetahui arti dan makna assalamualaikum loh.

Bagaimana ceritanya? Mari simak isi ceritanya ya teman, agar pesan moral yang dikandungnya dapat menjadi pelajaran baru yang bermanfaat untuk kamu.

Putri Tandampalik – Cerita Rakyat Sulawesi Selatan

Putri Tandampalik

Pada zaman dahulu, berdirilah sebuah kerajaan bernama Kerajaan Luwu di daerah Sulawesi Selatan. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang bernama La Busatana Datu Maongge dan sering dipanggil Raja atau Datu Luwu.

Ia memiliki sifat yang sangat arif, bijaksana, serta gagah berani. Oleh karena itu, rakyatnya hidup makmur dan tidak pernah kekurangan bahan pangan.

Selain itu, suasana negeri itu juga sangat aman dan damai. Datu Luwu memiliki seorang putri yang sangat cantik dan ramah.

Ia sering disapa dengan nama Putri Tandampalik. Kecantikan dan budi pekertinya yang baik, membuat ia terkenal hingga ke pelosok negeri.

Kabar inipun terdengar sampai ke telinga Raja Bone. Raja Bone memiliki seorang putra yang gagah dan tampan, selain itu tutur katanya juga baik dan sopan.

Raja Bone bermaksud meminang Putri Tandampalik untuk putranya. Akhirnya, ia mengutus rombongan perwiranya ke Kerajaan Luwu.

Mendengar kabar akan datang utusan dari Bone untuk meminang putrinya, Datu Luwu menjadi bingung dan gelisah karena memikirkan pinangan itu.

Karena sesuai adat Luwu, seorang putri yang berasal dari Luwu, tidak boleh menikah dengan lelaki yang berasal dari luar sukunya.

Akan tetapi, jika ia menolak pinangan tersebut pasti akan menyebabkan peperangan yang dapat berdampak buruk bagi rakyatnya.

Setelah berfikir panjang selama beberapa hari, Datu Luwu mengambil sebuah keputusan yang berat mengenai pinangan putrinya itu.

"Baiklah. Aku akan menerima pinangan itu. Biar aku saja yang dikutuk oleh Dewa asalkan rakyatku tidak menderita," ucapnya dalam hati.

Beberapa hari kemudian, datanglah utusan dari Kerajaan Bone untuk meminang Putri Tandampalik. Mereka datang dengan sangat sopan dan ramah.

Tidak ada rombongan prajurit yang datang ataupun armada perang di pelabuhan seperti yang diperkirakan Datu Luwu sebelumnya.

Datu Luwu yang merupakan tuan rumah, akhirnya menyambut rombongan itu dengan ramah. Setelah mereka mengutarakan maksudnya, Datu Luwu tidak langsung menjawab pinangan itu.

Utusan Raja Bone memahami hal itu, mereka akhirnya kembali ke Bone. Keesokan harinya, kejadian yang tidak terduga pun terjadi, Putri Tandampalik jatuh sakit.

Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan yang menjijikkan dan berbau amis. Dari tabib istana hingga tabib-tabib terkenal lainnya dari pelosok negeri didatangkan untuk menyembuhkan Putri Tandampalik.

Namun hasilnya tidak ada, Putri Tandampalik tetap tidak kunjung sembuh. Semakin hari kondisi Putri Tandampalik semakin parah, jika tidak segera diasingkan, rakyat Luwu pasti akan tertular.

"Bagaimana caranya agar putriku cepat sembuh? Jika tidak sembuh, seluruh rakyatku pasti akan tertular. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak akan mungkin tega membunuh anakku sendiri," pikir Datu Luwu.

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya ia mendapatkan cara agar rakyatnya tidak tertular penyakit putrinya, yakni ia harus mengasingkan putrinya itu keluar dari Negeri Luwu.

Betapa berat hati Datu Luwu melepas putri kesayangannya itu untuk pergi jauh dari dirinya. Ditambah lagi, Putri Tandampalik harus hidup seorang diri di pengasingan.

"Anakku, bukan ayahanda tidak sayang padamu, tetapi inilah satu-satunya cara untuk menyelamatkan rakyat kita dari serangan penyakitmu," ujarnya pada Putri Tandampalik.

"Hamba mengerti. Biarlah hamba pergi mengasingkan diri," jawab Putri Tandampalik dengan lembut.

Pergilah Putri Tandampalik ke pengasingan didampingi oleh pengikut setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebilah keris pusaka kepada putri kesayangannya itu.

Berbulan-bulan sudah Putri Tandampalik dan pengikutnya berlayar. Tibalah mereka di sebuah pulau yang subur dan berhawa sejuk.

Lalu, mereka mendaratkan perahunya di daerah itu. Disana, seorang pengikut Putri Tandampalik menemukan buah wajo. Maka mereka memberi nama daerah itu sama dengan nama buah itu yakni “Wajo”.

Disana mereka membuat gubuk-gubuk kecil sebagai tempat tinggal, mereka juga mulai bercocok tanam. Dengan kehidupan yang sangat sederhana mereka terus bekerja keras dengan semangat dan gembira.

Suatu hari, ketika sedang duduk-duduk di pinggir danau, Putri Tandampalik melihat seekor kerbau bule (kerbau berwarna putih).

Putri Tandampalik

Ia mengira kerbau itu akan memakan tanaman sayuran yang telah mereka tanam dengan susah payah, sehingga diusirlah kerbau itu.

Namun semakin diusir, kerbau itu semakin mendekat dan akhirnya, kerbau itu menerjang sang putri sehingga membuat ia pingsan.

Ketika siuman, bukan kepalang kagetnya Putri Tandampalik melihat kerbau itu menjilati seluruh permukaan tubuhnya yang sudah mulai membusuk.

Keajaiban terjadi, setelah berulang kali dijilati oleh si kerbau, penyakit di tubuhnya berangsur-angsur sembuh dan mengering sehingga tidak meninggalkan bekas.

Karenanya, kerbau bule itu kemudian dikeramatkan dan tidak boleh disembelih. Suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang pemuda tampan.

Pemuda itu berkata bahwa dirinya adalah jodoh Putri Tandampalik. Putri Tandampalik terjaga dari tidurnya, ia mengira bahwa mimpi itu adalah pertanda baik bagi dirinya.

Di Negeri Bone, putra mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia ditemani oleh para pengawal dan panglima Kerajaan Bone yang bernama Anre Guru Pakanranyeng.

Karena terlalu asyik berburu, putra mahkota terpisah dari rombongannya. Hari sudah semakin larut, akhirnya ia harus bermalam di dalam hutan.

Karena sudah merasa sangat lelah, Putra Mahkota itu mencoba memejamkan matanya untuk beristirahat, akan tetapi suara-suara hewan malam membuatnya sulit tidur.

Dari kejauhan, putra mahkota melihat seberkas cahaya dari sebuah perkampungan. Sesegera mungkin ia menuju sumber cahaya tersebut.

Sesampainya di perkampungan tersebut, hari sudah sangat larut. Ia memberanikan diri memasuki sebuah gubuk yang nampak kosong.

Namun, betapa terkejutnya ketika ia melihat seorang gadis cantik sedang memasak air. Gadis cantik itu adalah Putri Tandampalik.

"Betapa cantiknya gadis ini. Siapa sebenarnya dirinya?" pikir sang putra mahkota.

Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh ke belakang. Betapa Terkejutnya Putri Tandampalik melihat seorang pemuda yang sama seperti di mimpinya.

Akhirnya mereka berkenalan, melihat tutur kata pangeran yang lembut dan sopan membuat Putri Tandampalik kagum dan tertarik. Begitupun dengan kelembutan Putri Tandampalik membuat putra mahkota jatuh hati.

Pagi harinya, Panglima Perang Kerajaan Bone, Anre Guru Pakanranyeng, beserta para pengawal putra mahkota yang merasa kehilangan tuannya sangat lega bisa menemukan putra mahkota di desa itu.

Putra Mahkota akhirnya disuruh kembali ke kerajaan. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, hatinya sangat gundah.

Pangeran selalu membayangkan wajah Putri Tandampalik dimana pun ia berada, karena rasa rindunya yang sangat dalam.

Ingin rasanya ia tinggal di Desa Wajo dan hidup bersama Putri Tandampalik. Anre Guru Pakanranyeng yang memperhatikan gelagat putra mahkota tidak seperti biasanya kemudian menceritakan kejadian di Desa Wajo kepada Raja Bone.

"Dari gelagat yang saya lihat, tampaknya putra mahkota sedang jatuh hati, Baginda. Menurut usul hamba, sebaiknya putra mahkota dinikahkan saja dengan Putri Tandampalik," usul Anre Guru Pakanranyeng kepada Raja Bone.

Raja Bone yang baik hati menyetujui usul panglima perangnya. Lalu, dikirimlah utusan ke Desa Wajo untuk meminang Putri Tandampalik.

Setibanya utusan tersebut ke gubuk Putri Tandampalik, pinangan itu tidak segera dijawab. Ia hanya menyerahkan keris pusaka Kerajaan Luwu pemberian ayahandanya kepada utusan tersebut.

Putri Tandampalik berpesan agar keris itu dibawa ke Kerajaan Luwu. Jika keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu maka ia akan menerima pinangan putra mahkota.

Mengetahu hal tersebut, putra mahkota segera menuju Kerajaan Luwu. Ia pergi sendiri tanpa dikawal oleh seorang pun prajurit.

Dengan semangat, ia menempuh perjalanan yang cukup jauh selama beberapa hari. Tibalah pangeran di Kerajaan Luwu, ia menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik.

Setelah itu, putra mahkota menyerahkan keris pusaka yang dititipkan oleh Putri Tandampalik kepada Datu Luwu.

Datu Luwu dan permaisuri sangat bahagia mendengar kabar tersebut. Dengan perasaan yang sangat bahagia, Datu Luwu menerima keris itu.

Akhirnya pergilah Datu Luwu dan permaisuri bersama pengawal istana ke Desa Wajo. Betapa bahagianya mereka ketika bertemu dengan putri tercintanya yang sudah berpisah dalam waktu yang cukup lama.

"Maafkan ayahanda, Nak. Ayahandamu telah mengasingkanmu dalam waktu yang cukup lama,"ucap Datu Luwu.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Ayahanda. Ananda justru bahagia karena dapat menyelamatkan rakyat Luwu dari penyakit menular," jawab Putri Tandampalik.

Keesokan harinya, digelar pesta pernikahan Putri Tandampalik dengan Putra Mahkota Kerajaan Bone di Desa Wajo, mereka terlihat sangat serasi.

Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta, Ia pun menjadi Raja Bone yang arif dan bijaksana menggantikan ayahandanya.

Cukup sampai disini dulu cerita dongeng kita hari ini. Dilain waktu, kita akan membagikan cerita dongeng menarik lainnya.

Tentunya pasti mengandung pesan moral yang baik untuk disampaikan ke anak-anak kita. Sampai ketemu di cerita dongeng anak berikutnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama